Selasa, 16 Maret 2010

FISIOLOGI RESPIRASI














































































Respirasi adalah Pertukaran gas antara udara inspirasi dan darah ( pengambilan oksigen dan pengeluaran karbon dioksida )

Fisiologi paru sangat penting dalam praktik anesthesia karena:
1. Zat anestetik yang paling sering digunakan yaitu agen inhalasi bergantung pada paru untuk uptake dan eliminasinya.
2. Efek samping terpenting zat anestetik baik inhalasi dan intravena berhubungan dengan system respirasi.
3. Paralisis otot, posisi saat pembedahan, dan teknik operasi menggunakan ventilasi satu paru dan cardiopulmonary bypass secara nyata mengubah fisiologi paru.

Jenis respirasi :
1. Metabolisme aerob → 38 ATP
2. Metabolisme anaerob → 2 ATP

Pertukaran gas secara periodik dalam alveolus, meresaturasi darah dan mengeliminasi CO2. Pertukaran ini terjadi akibat adanya perbedaan tekanan kecil dalam saluran napas. Saat ventilasi spontan, tekanan ini berubah sesuai dengan tekanan intratorakal. Dalam keadaan ventilasi mekanik tekanan ini diproduksi oleh tekanan positif intermiten di saluran napas atas.

Pergerakan paru bersifat pasif dan tergantung pada impedensi system respirasi, yang dapat dibagi menjadi resistensi elastik jaringan dan antarmuka gas-cair, dan hambatan nonelastik terhadap lairan gas. Hal yang pertama menguasai volume paru dan tekanan dalam kondisi stati (no gas flow). Yang kedua berhubungan dengan hambatan friksional aliran udara dan deformasi jaringan. Usaha yang diperlukan untuk melampaui resisrensi elastik disimpasn sebagai energi potensial, tetapi usaha yang dibutuhkan untuk melampaui hambatan nonelastik hilang sebagai panas.

Efek Anestesi Inhalasi pada Respirasi:
-Menurunkan FRC 15 – 20 %.
-Menurunkan compliance dinding dada dan paru-paru.
-Meningkatkan work of breathing.
-Meningkatkan dead space.
-Meningkatkan intra pulmonary shunting.
-Menyebabkan hypoventilasi.


Sumber: - Morgan. Clinical Anesthesia. 4th ed.
- other related resources

Rabu, 10 Maret 2010

PENDEKATAN PRAKTIS APABILA TERJADI KESULITAN JALAN NAFAS YANG TIDAK DIANTISIPASI SEBELUMNYA







Plan A
- Laringoskopi standard dengan blade yang sudah ditentukan
- Jika tidak berhasil diintubasi, maka coba intubasi kedua dengan ukuran blade yang berbeda
- Jangan coba intubasi lebih dari 2 kali (untuk mencegah meningkatnya risiko perdaraha,sekresi dan edema).
Plan B
- Laringoskopi langsung dan penggunaan bougie atau kateter intubasi
- Pastikan penempatan kateter intubasi dengan:
1. Palpasi leher anterior untuk mengetahui seberapa jauh letak kateter melewati glotis
2. Kateter 40 cm akan dapat mencapai karina dan menghasilkan adanya tahanan (tidak adanya tahanan menandakan kateter masuk esofagus)
3. Jika menggunakan kateter intubasi,evaluasi dengan monitor ETCO2
Plan C
- Insersi LMA (disposable, FastrachTM, Proseal TM)
- ETT ukuran 5,0 atau 6,0 akan dapat masuk melalui LMA (dengan/ tanpa bantuan fiberoptic)
Plan D
- Hentikan anestesi dan bangunkan (awaken) pasien
- Lakukan intubasi awake dengan fiberoptic
- Lakukan pembebasan jalan nafas dengan teknik pembedahan (surgical airway), misalnya dengan trakestomi.

Sumber: Morgan GE, Mikhail MS, Murray MM. Clinical Anesthesiology 4th ed.